Entri Populer

Minggu, 23 Januari 2011

SBY: "I Always Trust You All"


SBY: "I Always Trust You All"
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil sejumlah anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum di kediaman Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/1/2010) sore. Dalam pertemuan itu, Presiden mendukung penuh upaya Satgas menuntaskan perkara Gayus Tambunan dan berpesan agar Satgas bekerja secara profesional dan proporsional.
”Selain itu, Presiden Yudhoyono juga berpesan agar Satgas bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya mengingat Satgas sendiri sebenarnya hanya membantu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya agar pemberantasan korupsi berjalan efektif,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha seusai pertemuan tertutup untuk pers itu.
Sebelumnya, seusai dijatuhi vonis tujuh tahun penjara, terdakwa Gayus Tambunan menyerang balik Satgas dengan berbagai tuduhan. Serangan Gayus terhadap Satgas ini kemudian disambut sejumlah politisi di DPR untuk membubarkan Satgas. Satgas dibentuk Presiden Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009.
Dalam pertemuan itu, menurut Julian, Satgas dipimpin Wakil Jaksa Agung Darmono beserta lima anggota Satgas. Ketua Satgas Kuntoro Mangkusubroto berhalangan hadir karena sedang berada di Amerika Serikat. Presiden Yudhoyono didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto; Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar; Menteri Keuangan Agus Martowardojo; Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi; Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief.
Menurut Julian, apa yang disampaikan Satgas kepada Presiden Yudhoyono hampir sama dengan apa yang dijelaskan kepada pers saat memberikan klarifikasi terhadap tuduhan Gayus yang telah divonis tujuh tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu. ”Mereka juga melaporkan bahwa mereka sudah memverifikasi tuduhan Gayus yang tidak benar itu,” ujar Julian.
Seusai mendengarkan vonis, Gayus menumpahkan kekesalannya kepada anggota Satgas, seperti Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein. Gayus menuding Satgas telah memanfaatkan kasusnya untuk kepentingan politik, terutama soal asal-usul uangnya (Kompas, 20/1/2011). ”I always trust you all”
Sekretaris Satgas Denny Indrayana mengungkapkan, Satgas dipanggil Presiden untuk memberikan penjelasan tuduhan Gayus pascaputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu. ”Presiden menerima penjelasan dan klarifikasi kami. Presiden menegaskan kembali kepercayaan dan dukungannya terhadap Satgas,” kata Denny.
Menurut Denny, Presiden Yudhoyono juga menegaskan ulang bahwa Satgas bergerak murni di ranah hukum dan bukan ranah politik. ”Presiden juga selalu mendukung misi dan tugas Satgas dalam pemberantasan mafia hukum,” ujarnya.
Tentang laporan tertulis yang disampaikan Satgas, Denny mengaku Presiden bisa menerima baik laporan tertulis Satgas. ”Atas penjelasan Satgas, Presiden mengatakan, "I always trust you all (saya selalu memercayai kalian semua),” ungkap Denny.
Lebih jauh Julian mengatakan, Presiden juga mengingatkan bahwa Satgas bersifat tidak permanen. ”Oleh sebab itu, apabila aparat penegak hukum sudah berjalan efektif, maka sesuai Keputusan Presiden tentang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, lembaga tersebut nantinya tidak diperlukan lagi,” katanya.
Secara terpisah, Wakil Presiden Boediono menegaskan, dia siap dan berusaha menjalankan tugas seoptimal mungkin untuk membantu melakukan koordinasi dan pengawasan bagi penuntasan kasus Gayus Tambunan.
”Kemarin (dalam sidang kabinet paripurna), memang, dalam kasus Gayus, saya juga diminta ikut mengoordinasi. Saya akan jalankan tugas itu dengan baik sesuai dengan amanah itu,” kata Boediono saat menjawab pers di pesawat Fokker dalam penerbangan Palembang, Sumatera Selatan, menuju Provinsi Bangka Belitung, Sabtu.
Menurut Wapres, tugas itu tak akan menjadi masalah jika dia dan semua pihak mempunyai komitmen dan pegangan yang sama sesuai dengan amanah tugas Presiden. ”Saya tidak tahu, kalau nantinya ada hal yang rumit, tentu akan saya laporkan kembali kepada Presiden. Sebab, kita semua ini, kan, hanya membantu Presiden dalam menjalankan tugasnya di pemerintahan sesuai dengan UUD 1945,” ujarnya.
Peneliti Center for Strategic and International Studies, J Kristiadi, dan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat, mengingatkan, jika pemerintah membongkar mafia pajak, justru akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kalau penyimpangan tidak diungkap secara terbuka, hal itu berarti menutup kesalahan dengan kesalahan. (HAR/FER

Jumat, 21 Januari 2011

TESTIMONI GAYUS TAMBUNAN Golkar Tunggu Langkah Konkret Presiden



JAKARTA (Suara Karya): Partai Golkar masih menunggu langkah konkret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelum mengambil langkah menyikapi testimoni terpidana tujuh tahun penjara dalam kasus mafia pajak, Gayus Tambunan.
Mantan pegawai Ditjen Pajak itu mengungkapkan, terseretnya nama Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) merupakan skenario Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum.
"Kita tunggulah satu dua hari ini," kata Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Kamis.
Priyo yang juga Wakil Ketua DPR membenarkan, Partai Golkar sangat kecewa jika skenario Satgas terhadap Ical sebagaimana dilontarkan Gayus benar adanya.
Ia mengingatkan, selama sekitar satu bulan pada proses persidangan Gayus Tambunan, Ical selalu menjadi sasaran yang berusaha dikaitkan dengan Gayus Tambunan. "Ketua Umum Partai Golkar sebelumnya menjadi sasaran seperti sansak. Namun, kemarin Gayus memberikan penjelasan soal intervensi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," kata Priyo yang mengaku terperangah dengan pengakuan Gayus.
Sembari menunggu tindakan konkret Presiden terhadap lembaga Satgas, kata Priyo, seharusnya kepolisian menindaklanjuti pernyataan Gayus dengan meminta keterangan oknum anggota Satgas tanpa harus menunggu laporan.
Ditambahkan, Komisi III DPR akan memanggil Satgas untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi atas pernyataan Gayus Tambunan.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengemukakan, sudah cukup alasan bagi Presiden untuk membubarkan Satgas karena dinilai justru merusak dan menodai penegakan hukum.
Dua alasan kuat untuk membubarkan Satgas, kata Bambang, karena Satgas jelas-jelas telah merusak dan menodai strategi penegakan hukum yang dicanangkan Presiden. Selain itu, agenda politik Satgas justru menjadi "virus" yang nyaris menimbulkan kerusakan permanen di tubuh Setgab koalisi partai pendukung pemerintah.
Bambang juga mengatakan, Satgas terbukti lebih memprioritaskan agenda politiknya, bukan memerangi mafia hukum dan mafia pajak.
"Bagi kami di Partai Golkar, semua pengakuan Gayus itu menjadi pembenaran atas tudingan kami selama ini bahwa Satgas merekayasa kasus Gayus sedemikian rupa agar layak sebagai moncong senjata untuk membidik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie," kata Bambang.
Namun, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyatakan, testimoni Gayus Tambunan soal rekayasa yang dilakukan Satgas perlu ditelaah dan dibuktikan sehingga masyarakat bisa mengetahui kebenarannya.
"Jadi harus dilihat sesuai dengan pesan Presiden. Kebenaran harus sebenar-benarnya dan tidak memandang," kata Julian.
Julian mengatakan, hal itu perlu dilakukan untuk menjawab adanya desakan mengenai perlunya penggantian atau pembubaran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
"Tujuan pembentukan Satgas untuk menindaklanjuti apa yang dicanangkan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 untuk percepatan pemberantasan korupsi. Kalau dilihat keberadaan Satgas, tentu semangat dan upaya pemberantasan korupsi didukung. Kita tidak lihat ada yang salah dari semangat dan eksistensi Satgas. Jika nanti dalam pelaksanaan ada kesalahan, akan dilihat kode etik dan norma yang berlaku," kata Julian.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto menegaskan, Gayus mengada-ada ketika memberikan pernyataan tentang peran agen CIA dalam kasus dugaan mafia pajak yang menjerat dirinya.
"Jangan percaya hal yang mengada-ada," kata Sutanto.
Ketika ditanyakan apakah BIN dapat memastikan pengakuan Gayus tersebut tidak akurat, Sutanto menegaskan: "Iya". Meski demikian, katanya, polisi memiliki wewenang untuk tetap menyelidiki hal tersebut.
Sutanto tidak menyebutkan apakah BIN mengecek kebenaran pernyataan Gayus itu ke pihak CIA. Dia kembali menegaskan, Satgas dan Polri bisa melakukan upaya lebih lanjut.
Sedangkan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menyatakan, pihaknya masih menunggu konfirmasi keterlibatan John Jerome Grice, warga negara asing yang diduga adalah agen CIA, sebagai aktor intelektual di balik pembuatan paspor Gayus.
Ia menambahkan, jika mitra dari CIA adalah BIN, maka untuk sementara diselesaikan antara kerja sama keduanya.
Kirim Tim

Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengungkapkan, Polri sudah memberangkatkan tim ke Guyana untuk menelusuri kasus paspor Gayus yang berkewarganegaraan Guyana itu.
Ito maupun Menkumham Patrialis akbar memastikan, John Jerome Grice telah meninggalkan Indonesia sejak Juli 2010. Namun, pihaknya telah menerbitkan red notice untuk melakukan koordinasi.
Terkait dokumen pajak mengenai Gayus, Ito memaparkan, hanya 44 perusahaan dari 151 yang polisi perlu dalami karena diduga ditangani Gayus. Namun, lanjut dia, pihaknya belum memastikan 44 perusahaan itu bersalah.
Apakah dokumen yang diminta polisi adalah dokumen pengurangan pajak, Ito tak menjelaskan detailnya.
Sementara itu, Kabag Penum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar yakin kasus gratifikasi Gayus Tambunan Rp 28 miliar akan selesai pada Januari tahun ini. Polri, kata Boy, sudah berusaha melengkapi berkas kasus gratifikasi Gayus Tambunan sesuai petunjuk kejaksaan setelah berkasnya dinyatakan P19 atau belum lengkap.
Ditambahkan, kasus mafia pajak yang diduga terkait 151 perusahaan wajib pajak itu akan disidik dalam kasus tersendiri, berbeda dengan kasus gratifikasi yang saat ini tengah diteliti pihak kejaksaan.
"Itu bisa jadi perkara sendiri nanti. Kalau nanti muncul lagi di situ ada kesalahan Gayus, dia bisa diperkarakan lagi," kata Boy.
Boy menambahkan, penanganan kasus Gayus terkait Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar akan dibuat secara terpisah. "Itu perkembangan terakhir," ujar dia.
Usai divonis tujuh tahun penjara dalam kasus korupsi PT SAT, Wakil Jaksa Agung Darmono membenarkan bahwa pihaknya akan kembali menjerat Gayus ke pengadilan terkait kasus gratifikasi Rp 28 miliar, Rp 74 miliar, dan emas batangan.
Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy mengungkapkan, dirinya langsung menindaklanjuti pengakuan Gayus HP bahwa Cirus Sinaga terlibat dalam rekayasa kasus Antasari Azhar.
"Akan kita pelajari, saya sudah meminta Inspektur Intelijen untuk mempelajari pernyataan itu dan akan menindaklanjutinya," kata Marwan.
Ia menambahkan, jika nantinya ditemukan adanya pelanggaran oleh jaksa Cirus Sinaga tersebut, Kejagung hanya bisa menjatuhkan sanksi internal saja. "Sedangkan kalau unsur pidana, itu merupakan urusan polisi," katanya. (Hanif S/Feber S/Jimmy Radjah)

harga jeruji bagi gayus

Harga Penjara untuk Seorang Gayus

Oleh: T Eva Christine Rindu Mahaganti *)
Terhenyak. Walau telah memperhitungkan akan begini akhirnya, namun tetap saja aku terhenyak. Diam seribu kata, tanpa tahu harus berbuat apa.Berita bahwa untuk kejahatan yang menghebohkan seantero Indonesia itu, Gayus hanya mendapatkan ganjaran 7 tahun penjara tambah denda sejumlah 300 juta Rupiah saja, telah  merontokkan semua kepercayaanku pada keadilan. Terlebih ketika aku membaca bahwa bila Gayus tidak bersedia membayar denda, hukumannya bisa diganti dengan hanya mendekam tiga bulan dalam penjara, semakin mati rasalah aku.Muak rasanya menyaksikan semua sandiwara bodoh itu. Beritanya heboh dan menjadi buah bibir setiap hari, namun hasilnya hanya 7 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta.
Tidak tahu harus geli atau bagaimana begitu tahu bahwa mendekam 3 bulan dalam penjara sama nilainya dengan denda sebesar Rp 300 juta. 3 bulan sama dengan Rp 300 juta? Wow…Siapa yang tidak mau? Karni ( 50 tahun ), si joki napi asal Bojonegoro yang menghebohkan itu saja mau dibayar hanya sebesar Rp 10 juta untuk menggantikan Kasiem ( 55 tahun ) selama 3 bulan 15 hari mendekam dalam penjara. Apalagi kalau dibayar sebesar Rp 300 juta? Saya rasa pasti akan lebih banyak peminatnya. Gayuspun mungkin akan memilih lebih baik mendekam 3 bulan dalam penjara, daripada harus membayar denda sebesar Rp 300 juta.
Kalau bagi Karni harga tiga bulan penjara sama dengan Rp 10 juta,maka bagi Gayus seharga Rp 300 juta? Pilih jadi Gayus atau jadi Karni?  Inikah yang disebut matematika penjara itu? Bisa begitu fleksibel, tergantung siapa yang menjalaninya. Kalau dulu hanya ada kelas kakap, maka sekarang ada kelas paus. Besok, entah ada kelas apa lagi? Seperti rumah sakit saja, semua diberi kelas tergantung kemampuan ekonomi masing-masing.
Itu baru tentang denda Rp 300 juta yang senilai dengan 3 bulan masa tahanan. Bagaimana dengan hukuman Gayus selama tujuh tahun penjara itu? Saya rasa Gayus tentu tidak akan merasa keberatan. Toh selama ini ia telah berhasil membuktikan kepada publik bahwa sekalipun statusnya tahanan, ia masih tetap bisa beraktivitas seperti biasanya. Apalagi ada potongan  remisi Agustusan dan hari Raya, ditambah sedikit berkelakuan manis, paling hanya tersisa 3 tahun penjara. Itu kalau apes. Kalau beruntung bisa butuh hanya 1 tahun penjara.
Enak bukan? Hukuman seringan itu akan membuat orang terinspirasi untuk melakukan hal yang sama dengan Gayus, bahkan lebih buruk dari Gayus. Kita semua tanpa sadar sedang digiring pada persepsi bahwa menjadi koruptor di negeri ini sangat enak. Bisa keluar-masuk penjara seenaknya, shopping keluar negeri dan kalau perlu memimpin negara dari sana. Gayus dan para koruptor kelas paus di Republik ini telah menunjukkan kepada kita bagaimana mengaplikasikan prinsip ekonomi dengan cerdas, yaitu dengan pengorbanan seminimal mungkin ( hukuman penjara potong remisi dan kelakuan sok baik ), mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin ( harta bermilyar-milyar dalam tempo yang sesingkat-singkatnya).
Nah karena ini menyangkut keuntungan materil, pertanyaan yang sangat menggelitik saya adalah apakah hukuman 7 tahun itu cukup untuk menggantikan kerugian negara sebesar Rp 570 juta itu dan membangun kembali reputasi hukum yang sudah runtuh di negara ini? Lantas berapa tahunkah harga yang harus dibayar oleh seorang Gayus apabila, bilamana, jika ternyata, uang Rp 28 Miliar yang tiba-tiba menclok di rekeningnya itu benar-benar merupakan hasil kejahatan? Adakah yang dapat menjawabnya.
*) Kompas.com – http://www.kompasiana.com/trianaevachristine